Pages

Tuesday, April 17, 2012

For My Best Girl ( Essay )


Ini bukan soal AKU, ini semua karena tentang KAMU

            “Aku suka kamu,” kata yang tertulis sangat jelas di dalam dasar hati ini, sesaat setelah kamu jelaskan semua hal yang menyudutkan aku ke dalam pojok perasaan gundah. Ya, asal kamu tahu saja. Aku tak bisa menahan perasaan menyesal tak melewati hari bersamamu, ketika kau utarakan berita miris yang seakan membuatku aku tak bergeming menahannya. Aku Harus Pergi.
           
            Lebih kurang 180 hari lewat. Kamu seorang yang tak pernah aku kenal, menjadi seorang penjarah hidupku. Walaupun hidupku tak tersita semua olehmu, tapi tetap saja kamu buat aku selalu berpaling kepadamu bila kamu mulai bertingkah menghadapi hidup ini. 180 hari lewat itu, menjadikan perasaanku kepadamu juga berubah. 180 derajat. Kamu tahu ? It means benar – benar berubah. Dari tak ada perasaan sama sekali, hingga menjadi sulit sekali bila tak menaruh perasaan sama sekali. Mengerti ? Semoga saja tidak, aku tak mau kamu mengerti arti kalimat tadi. Aku terkadang malu menuliskan hal yang aku rasakan. Apalagi bila sudah menyangkut apa yang aku rasakan kepadamu.

            Hei gadis, mari kita kembali sebentar ke masa lalu. Bimbing aku sebentar mengingat cerita lalu. Mengenang yang aku rindukan dari aku dan kamu.

***
            Flashback
            Malam apa ya pada hari itu ? Aku sedikit lupa. Yang pasti di malam itu, kamu yang sedang bermain perumpamaan bersamaku, membuka semua jawaban teka – tekimu. Aku sih sudah tahu apa jawabannya sebelum kamu memberitahu, tapi aku butuh segel kuncian darimu, untuk memastikan tebakanku benar. You told everything that night dan kamu tahu, tebakanku benar atas pertanyaan kuis perasaanmu. Aku memang jago soal menebak – nebak.
            Aku mengangguk mengerti membaca pesanmu. Tapi aku juga membuatmu seakan menggeleng melihat penjelasanku. Ada kontradiktif antara kita pada saat itu. Terjadi tarik menarik antara kubu utara dan selatan. Mau bagaimanapun, saat itu aku baru menginjak langkah awal mengenalmu. Dan mulai saat itu, pendakian aku menyayangimu dimulai. First Checkpoint
            Mari lanjutkan
            Semakin lama, kita semakin berjalan cepat. Kamu sudah revealed all your secret dan aku mengerti semuanya. Aku mengerti, pikirkan, dan mulai merasakan. Tapi, semenjak saat itu kamu mulai mencuri atensi aku. Tidak frontal, tapi pelan. Meniup layaknya angin yang nyamankan seorang ke dalam tempat peraduan. Pelan saja tapi mengena. Jurus jitumu berhasil, dear.
            Perhatian kau dapatkan dengan perhatian. Ya, kau melawanku dengan perhatianmu. Kamu tahu bila aku akan selalu butuh kamu, dan dengan itu jelas kau hancurkan pertahanan egoisku. Lalu kau luncurkan segala pengertian. Terkadang sifat keras kepalaku tak terbendung. Melawan hal itu kau memakai cara lain lagi. Kau tak melawan batu dengan batu. Kamu mengikis batu itu pelan- pelan dengan air, pengertian dan anggukan saja. Tapi, yang buat aku kagum. Kamu mencoba untuk buat aku tersenyum. Kamu memakai teori aku. Teori yang aku buat ( entah kamu sudah tahu dari awal atau tidak ) untuk meruntuhkan tembok diriku yang menahan hati ini lepas mengenal dirimu. You’re great fighter, darlin’.
            Step kemenanganmu
            Ya, aku akui semuanya. Aku luluh lantak. Aku sayang kamu. You changed everything.
***
            Kembali ke masa ini
            Seorang berkata. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Aku punya banyak cerita dalam menyayangi seorang. But, please don’t call me playa’. I’m not like that. Aku juga punya cerita yang hampir sama persis denganmu. Bahkan, aku yang memerankan dirimu pada saat itu. Seorang yang sudah menyayangi orang lain akan mencoba apapun untuk melihat orang yang dia sayangi itu selalu tersenyum, walau terkadang dia bodoh sendiri dalam melakukan pengorbanan tersebut. Tapi, memang Love is Sacrifice.
            Aku sayang kamu. Maaf tapi aku tak bisa lebih dari ini. Aku tak bisa melepaskan orang yang sudah merampok perhatianku ini lepas dari cerita hidupku. Aku tak bisa melihat kau pergi menjauh bila kita melanjutkan bagian hubungan kita ini. Aku terlalu panik, bila pada akhirnya melihat kau hilang di satu titik kegelapan, bila kata tamat tertambat di dalam cerita hubungan dating.
            Aku juga menyayangimu seperti ini. Mungkin akan terlihat janggal bila semuanya berjalan “lebih”. Kita seperti ini saja, saling melempar perhatian, pengertian, dan perasaan. Bukankah lebih nyaman seperti ini. Kita berdua bisa sama – sama tersenyum. Saling memiliki perasaan, tak mengikat tapi tak dapat terlepas.
***
            Halo gadis di ujung sana
            Kau sepertinya akan mengambil langkah. Pergi mendapati kehidupan yang kau inginkan. Ya, kenyamanan untuk hidup dan berinteraksi. Seorang Supergirl seperti dirimu juga memang butuh kehidupan sebenarnya. Kehidupan tanpa tekanan. Nyaman, tersenyum, dan dapat duduk memeluk orang yang menjagamu ketika badai keras dunia mencoba menghantam. Ya, Family is the best place, the best home.
            Mendapati rumah istanamu memang harus melepas sisi kehidupanmu yang lain. Ya, Life is always choice. Tak bisa dapati keduanya.
            Kau harus beranjak melangkah menyusuri jalan setapak menuju rumahmu. Aku akan melihatmu menjauh mendapati kenyamanan itu. Aku mungkin tak dapat meneteskan air mata, aku pasti menahan hal itu terjadi. Tapi yang pasti hati ini yang akan berontak. Melompat tak menahan apa yang mata ini lihat.
            Saat ini, mungkin aku bisa menunda keberangkatanmu. Menahanmu sekejap. Mencoba kuatkanmu hadapi terpaan segala macam halangan yang hempaskanmu. Aku akan selalu ulurkan tangan membantumu berdiri. Aku akan mencoba menjaga senyuman selalu berada di wajahmu. Lengkungan bibir yang kuatkan hidup. Senyum, gembira, dan semangat yang akan aku coba selalu beri kepadamu.
            Saat ini aku akan kuatkanmu. Nanti, aku yakin kau akan bisa berdiri sendiri, tepat di saat kau mendapati istanamu. I Love You, My Best Girl.