Kalau cinta ya tinggal bilang saja. Apapun hasilnya yang terpenting kamu sudah menyatakan hal yang benar – benar penting. Pernyataan perasaan, bukan?
***
Senin Pagi
Namaku Juno. Anak kelas XI IPS 1, Pencinta futsal, penyuka akuntansi, dan paling hobi terlambat.
YA TERLAMBAT!
Senin pagi, bel sekolah selalu berbunyi 5 menit lebih awal. Ini dibuat untuk persiapan semua siswa dan siswi sebelum menjalankan upacara bendera.
Aku? Di Senin pagi selalu bangun 10 menit lebih lama. Ini dikarenakan malamnya aku selalu tidur lebih larut sehabis menonton live Premier League, atau Serie-A. Ya aku siswa SMA penikmat sepakbola yang terkadang lupa, bila esok pagi harus berangkat lebih awal menuju ke sekolah.
Jam yang melingkari pergelangan tangan kiriku kini menunjukkan pukul 06:47. 8 menit lagi sebelum bel sekolah berbunyi. Ya gue telat lagi, sesahku dalam hati sambil menunggu lampu lalu lintas yang menahanku ini berubah warna menjadi hijau.
07:10 Jam dinding di sekolah menunjukkan waktu keterlambatan 15 menit, dan untunglah sekolahku ini tidak sekejam sekolah – sekolah lainnya yang bila siswanya terlambat tidak boleh masuk ke areal sekolah.
Aku memarkirkan motorku dan mulai melangkah menuju pintu masuk gedung SMA.
“Juno! Jun! Tunggu!.” Teriak seorang perempuan dari belakangku sambil setengah berlari.
“Nita? Lo telat? Tumben,” tanyaku kontan setelah mendapati bahwa perempuan tersebut adalah sahabatku yang paling rajin di kelas. Dia selalu memarahiku bila aku datang terlambat, dan bila sudah seperti itu aku akan tersenyum, menempelkan telunjukku di bibirnya, dan akan berkata, “maafin Juno ya Nita.” Lalu kami berdua akan tertawa terbahak - bahak.
“Mobil gue tadi mogok di jalan, dan terpaksa gue mesti naik angkot yang ngetemnya lama banget!,” ketus Nita menceritakan asal muasal keterlambatannya hari ini, “dan sekarang gue terlambat.” Lanjutnya sambil memasang wajah kesal.
Aku menggelengkan kepala sembari mengguratkan senyum keheranan.
“Udah yuk buruan! Pak Joko di pintu masuk tuh, doi bisa gue lobby biar kita ngga usah dihukum berdiri di depan pas upacara.” Suruh Nita dengan menggenggam kedua tanganku sambil berlari kecil ke arah pintu masuk SMA.
Aku mengikuti perintah sahabatku ini. Ada rasa yang tak biasa ketika Nita menarik dan menggenggam tanganku. Darahku berdesir dan berontak di dalam hati, otakku sempat membeku dan berhenti pada satu gambaran wajah. Ya dalam kenyataan aku menganggapnya hanya sahabat, tapi dalam harapan yang terdalam aku ingin menganggapnya bukan hanya sebagai sahabat, melainkan lebih-dari-sahabat.
Aku menyayanginya.
***
3 Hari yang lalu
Pertandingan futsal antara XI IPS 1 dan XII IPA 2 berlangsung. Pertandingan adu gengsi jurusan ini menjadi perhatian seantero SMA. Semua siswa - siswi penyuka futsal, fans garis keras para pemain, sampai guru wali dari masing - masing kelas berkumpul di lapangan agar tidak melewatkan pertandingan ini, Termasuk Nita.
Aku bersama teman - teman IPSku mencoba untuk memenangkan pertandingan ini, walaupun sejujurnya aku lebih bermain untuk mendapat perhatian dari Nita. Untung saja perempuan kesayanganku ini penyuka futsal, dan dia sekelas denganku. Misi menarik perhatian yang harus aku lakukan jadi tidak terlalu sulit. Hanya perlu memberikan permainan terbaik, mencetak goal, dan memberikan persembahan selebrasi untuknya. Sederhana bukan?
Pertandingan pun berlangsung, Sengit!. Kedua kelas yang pemainnya merupakan anggota timnas futsal SMA, memberikan permainan yang ketat. Tidak ada yang menurunkan level skill mereka. Celakanya hal ini membuyarkan semua rencana menarik perhatian Nita kepadaku. Argh!. Kesalku dalam hati ketika tendanganku lagi – lagi di blok oleh kiper IPA, Leon!. Sial, Nita malah tersenyum kagum sama kiper utama timnas futsal ini. Leon sial!.
Misi rahasiaku jelas berantakan. Kekalahan tipis 1 – 0 di pertandingan tadi membuat aku kesal. Dewi Fortuna jelas sedang tidak akur dengan Cupid. Bayangkan saja usaha sederhana pencarian perhatian perasaanku terhadap Nita tidak dibarengi dengan keberuntungan. Duh!
“Halo, tuan striker,” tetiba Nita datang menghampiriku yang kini duduk di sisi lapangan futsal.
Aku menatapnya pura – pura tak suka.
“Kalau kalah biasa aja dong mukanya,” Nita kini duduk di sampingku, “nih minum dulu, lo udah main bagus kok Jun. Cuma ngga hoki aja.” Lanjutnya, sambil memberikanku minuman isotonic.
Aku mengambil minuman yang ditawarkan Nita dan menenggaknya. Entah rasa apa yang aku rasakan ketika Nita duduk di sampingku. Aku tak perlu mencetak goal atau melakukan selebrasi yang berlebihan untuk mendapatkan atensi dari Nita sehabis pertandingan. Aku tak tahu apa ini, hal sederhana yang dilakukan oleh seseorang berubah menjadi hal yang luar biasa.
Aku selesai minum dan kemudian menatap Nita, yang sedari tadi melihatku.
"Lo cape banget ya, Jun?,"
Aku tak menjawab, aku hanya mengekspresikan kelelahanku bersamaan dengan mengontrol perasaan aneh yang membuat hatiku mendentum tak karuan.
“Nit… Gue…,” ucapanku tercekat, astaga pujiku membatin, ketika aku sadari bahwa wajah sahabatku ini menjadi semakin cantik. Entah kenapa, mungkin cinta yang membuat dirinya menjadi semakin cantik.
“Lo kenapa Jun? Salting gini. Gue cuma ngasih lo minum,loh.” Jawab Nita mendapati kekikukan yang aku tunjukkan kepadanya.
“Nngg…Ngga Nit… Gue.”
“Lo kenapa?.”
Aku menelan ludahku, menarik nafas panjang, dan kemudian mencoba untuk mengendalikan diri sebaik mungkin.
“Ehm… Gue sayang sama lo, Nit.” Perasaanku terlontar entah omonganku terdengar jelas atau tidak.
Nita diam, dia mengernyitkan matanya, dan menunjukkan muka keheranan. “Lo sayang gue?,” Nita bertanya, mencoba meyakinkan apa yang dia dengarkan barusan.
Aku mengangguk sambil menggigit bibir bawahku. “Iya Nit, gue sayang sama lo. Gue Cuma mau lo tahu itu,” aku meyakinkan dia.
Nita tersenyum dan kini memegang kedua pundakku. “Juno Hendrawan. Aku Nita Christiani juga menyayangimu,” senyum yang dia tunjukkan makin merekah dan indah, dia mengecup pipi kiriku dan kemudian pergi meninggalkanku bersama isotonic water pemberiannya.
Jelas! Aku membeku!
***
Sepulang Sekolah
“Nita!,” pekikku dari pintu masuk SMA, memanggil Nita yang sedang berjalan menuju gerbang utama sekolah.
Aku mengejarnya dan mensejajarkan posisi dengannya.
“Jadi pulang sama siapa hari ini. Mobil lo mogok kan?,”
“Ngga usah sok nanya deh. Lo udah tau juga jawabannya kan,”
“Iya sih, Leon! I know,”
“Nadanya ngga usah ketus gitu dong. Cemburu ya?,"
"Mungkin,"
"Ngga usah cemburu, Jun. Aku menyayangimu. Untuk saat ini, ya sebagai sahabatmu. Okay,” ucap Nita lembut sambil mengacak – acak rambutku, "dan siapa suruh, kamu telat ngungkapin sayang kamu ke aku," cibir perempuan di sisiku ini.
“Ya Nit. Okay,” Aku mengumbar senyumku. Mencoba untuk menerima setulus hati, kenyataan bahwa perasaan sayang lebih-dari-sahabatku terbentur keterlambatan. “Yaudah Nit, gue ke lapangan dulu ya. Timnas latihan soalnya.”
“Iya. Jun, tolong bilangin coach ya. Leon izin dulu buat hari ini.” Pinta Nita dengan memberikan senyum yang meluluhkan pertahanan hatiku.
Aku mengacungkan ibu jariku dan berlari ke arah lapangan futsal. Berlari dari perasaan sayangku yang terlambat untuk menyadari juga menyatakan keinginannya terlebih dahulu.
***
Setidaknya aku sudah menyatakan perasaanku. Apapun hasilnya, yang terpenting pernyataan perasaan sudah terlontarkan. Walaupun Nita belum jadi lebih-dari-sahabatnya aku, yang terpenting aku dan Nita sama – sama tahu bahwa kami saling menyayangi.
Yang terpenting, nyatakan saja dulu.
No comments:
Post a Comment