Pages

Saturday, August 17, 2013

Lima Menit Kemudian

Sisa - sisa pening di kepala masih menggelayut, seperti banyak burung beterbangan yang berputar di atas kepalaku sambil tertawa meledek kebodohan diriku yang dengan lugunya dikerjai oleh wanita cantik yang baru aku kenal. Sambil bersandar pada kursi mobil, aku memijat keningku untuk menghilangkan pusing yang ada.

"Downey. Apakah kau tidak sadar Cindy itu putri dari Don Belucci?," tanya Alexis yang sedang duduk menyetir di sampingku.
"Aku hanya pernah dengar nama belum pernah melihat sosok. Tidak aku sangka aku dikerjai oleh putri mafioso sial itu,"
Alexis mengangkat sudut bibirnya, menyunggingkan senyum cibiran. "Kamu selalu saja dibutakan oleh kecantikan kaum Hawa, huh?,"
"Sudahlah, tidak usah kau menyindir aku," sergahku menahan segala sindiran yang akan dia tumpahkan.
"Bien," sambil tertawa dia merespon protesku. "Dan untung saja St. Clara berbatasan dengan 85th Street, huh?," lanjutnya mencoba untuk menggodaku.

85th Street. Nama jalan daerah kekuasaan Lazzaro Famiglia yang menjadi perbatasan dengan daerah kekuasaan Belucci Famiglia. Tidak banyak yang tahu bahwa aku mempunyai hubungan dekat dengan Don Lazzaro, dan sepertinya memang hanya aku saja yang kenal dekat dengan dia, Alexis Lazzaro. Ya, selain aku dan beberapa penguasa tertinggi famiglia. Tidak ada yang tahu bahwa Alexis adalah sosok sebenarnya penguasa tertinggi Lazzaro's.
Beruntungnya, para bodyguard Cindy dari Belucci's menyeretku ke salah satu alley di 85th Street.

"Yes, Lucky me. Setidaknya daerah kekuasaanmu save my ass. Thanks," timpalku berterimakasih kepada Alexis.

Aku masih saja tak habis pikir dengan kepolosan diriku yang mau - mau saja diisengi oleh putri dari mafia perampok barang - barang antik.
Perampok?! Oh tidak! setelah beberapa saraf sadarku mulai kembali, benar saja apa yang aku kira. Cangklong Sherlock, tongkat Watson dan arloji emasku habis dilucuti.

"Kenapa kau gelisah, Sir?," tanya Alexis yang heran melihat gelagatku.
"Barang - barang berhargaku habis dicuri oleh mereka, Don!," kesalku.
Alexis hanya menggeleng pelan sambil menaikkan sudut alisnya. "Tenang saja!," suruh Alexis mencoba untung menenangkan.
Aku menarik nafas "Tenang bagaimana?! Barang koleksi kesayanganku diambil semua!,".
"Calma, Downey! Urusan barangmu ada di kantorku, yang lebih penting adalah tujuan dari perjalanan kita ini. Sesaat setelah kau sadar tadi, ingatkah kau menyebutkan satu nama? Tu dama, Cassandra,"

Aku terhenyak mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Alexis. Apa yang dia maksud dengan tujuan perjalanan ini menuju Cassandra. Tunanganku yang sudah tiada.

"Are you kidding me, Alexis? Don't play with me use that name!," tuturku dengan penuh emosi yang terselip di balik setiap kata yang aku lontarkan. Masih ada perasaan tidak terima atas kepergian wanita yang aku cintai tersebut.

Alexis tersenyum dan masih berlagak santai di belakang kemudi.

Kebingungan melandaku. Pertanyaan yang tak terjawab semakin menyulut rasa penasaran dari ucapan Alexis tadi, sikapnya pun semakin membuatku gemas untuk mencari tahu arti dari segala perkataannya mengenai Cassandra. Aku tidak tenang memikirkan ini semua, setelah bertemu secara tidak sengaja dalam ketidaksadaran, kini aku dipaksakan agar bersiap dalam pertemuan kembali di kenyataan.

Mobil berhenti di depan telepon umum seberang bar daerah Manahattan. La Cognac's.

"No! Why's here?," aku bertanya secara spontan kepada Alexis ketika menyadari bahwa bar di seberang sana itu adalah bar favorit aku dan Cassandra.
"Jangan banyak bertanya dan perhatikan saja!," suruh Alexis sembari melihat arloji kepunyaannya yang dia keluarkan dari saku dalam tuxedo hitamnya. "5 Menit lagi dan fokuslah ke pintu bar!," tutupnya.

Apa - apaan ini. Pertanyaanku tak terjawab, malah disuruh menunggu, oleh tuan mafia sainganku dalam memperebutkan barang - barang antik. Aku tak bisa duduk tenang lagi di dalam mobil, bulir - bulir keringat membentuk di dahiku, mengalir pelan menyusuri pipi sampai ke dagu dan akhirnya jatuh ke pangkuan. Entah 5 menit menjadi waktu tunggu yang sangat lama, gelagat Alexis yang sangat serius pun menambah keresahan yang aku rasakan. Apakah Cassandra masih hidup? Pertanyaan itu terpampang jelas kini di pikiranku.

5 menit terlewat, dan...
Pintu bar terbuka ke arah dalam. Degupan jantungku semakin cepat. Satu sosok perlahan terlihat keluar dari bar itu. Berstelan jas coklat dengan fedora warna senada bergaris hitam.

"Itu Belucci, Downey," jelas Alexis yang menyadari atensi penuhku kini menuju pintu bar La Cognac's.

Aku tak bergeming mendengar penjelasan yang diutarakan Alexis. Aku menunggu Cassandra yang aku rasa akan keluar dari bar itu.
Pintu bar masih terbuka, seorang pelayan terlihat sedang mempersilahkan satu tamu untuk keluar.

Wanita berambut pirang digerai, dengan dress merah serta sedikit sentuhan renda sebagai penghias, digabungkan dengan elegant skirt berwarna sama. Ah! Entahlah aku tak ambil pusing dengan gaya baju yang dia pakai. Kini yang terpenting adalah, dia Cassandra.

"Itu...,"
"Cassandra!," aku memotong penjelasan yang akan diucapkan Alexis.

"Tapi! Apa hubungannya Cassandra dengan Belucci? Dan kenapa kau membawaku melihat ini Alexis?," tanyaku setelah sadar menuruti segala ucapan Alexis dalam penantian 5 menit yang berarti.
"Kau banyak tanya Downey," jawab Alexis enteng sembari keluar dari mobil dan berjalan menuju telepon umum di samping tempat mobil ini berhenti.

No comments:

Post a Comment