Pages

Saturday, August 17, 2013

Tiga Senjata

Aku memperhatikan Alexis dari dalam mobil. Dia kini sedang berbicara dengan entah siapa di telepon umum itu. Lagaknya serius, tetapi tetap ada senyum misterius yang tercetak di wajahnya. Apa lagi yang dipersiapkannya ? batinku.
Sesaat setelah memperhatikan Alexis, perhatianku kembali aku tujukan kepada Cassandra yang kini berjalan mengekori Don Belucci. Sialan si tua bangka gendut ini ! makiku, ketika melihat dia membuka mobil Black Shubert Frigatenya dan mempersilahkan Cassandra naik.

"Hei Estupido, rapidamente entro en el coche!," aku membuka kaca mobil Smith Coupe ini dan berteriak ke arah pria yang sedari tadi berbicara tak kunjung usai di telpon umum.
"Espera un minuto, Sir" jawabnya menyabariku.

Aku menepuk keningku. Black Frigate tadi sudah hilang dari pandangan. Mobil itu tepat lepas dari pandanganku setelah belok kanan di perempatan Clarq Avenue menuju 141st Street. Lenyap sudah harapanku bertemu dengan Cassandra.

"Keluarlah sekarang! kita minum dulu disana," tiba - tiba Alexis muncul di jendela mobil yang tadi aku buka dan menunjuk ke arah La Cognac's.
"What? Bukankah kita harus mengikuti mereka?," ucapku tak percaya dengan ajakan minum yang ditawarkan Alexis. "Aku tak haus Alexis! Bisakah kita sekarang mengejar mereka?," sanggahku melanjutkan permohonan.
"No," Alexis menggeleng, "Keluarlah sekarang dan jangan lupa tutup jendela ini!," Alexis tetap bersikukuh mengajakku minum ke bar favoritku dan Cassandra ini. La Cognac's

***

*Tring... Tring Tring Tring* Alexis menekan bar bell, dan kontan membuatku heran, Sejak kapan dia menekan bar bell seperti itu ?.
"Welcome, Sir... Eh," ucap salah seorang bartender berpakaian kemeja merah dengan dasi putih yang menggelayut di lehernya.
"Kenapa Eh, chico?," tanya Alexis mencoba memojokkan si bartender.
"Relax Harte, He is my friend," timpalku mencoba membuat relax si pelayan tetap La Cognac'sku. "Dia Alexis, dan mungkin dia akan sering kesini. Jadi layani dia seperti kamu melayani aku. He is a great tipper anyway," aku menjelaskan.
"Eh, iya Sir Downey," ujar Harte sambil menunduk. "Reims Marthen, Sir?,".
"Yeah, make it two!," jawabku cepat disertai anggukan Alexis yang duduk di samping kiriku.

Harte mempersiapkan pesanan yang aku minta. Dari pandanganku tidak ada perubahan dari bar favoritku ini. 3 tong besar berwana coklat di sudut ruangan sebagai properti, lampu kerlap - kerlip yang memberi kesan temaram namun tentram, beberapa meja dan kursi yang ditata rapi, counter bar yang dipadankan dengan bar stools, juga alunan musik jazz yang diputar, makin menambahkan kualitas harga tinggi bar ini. Ini yang membuat Cassandra mencintai bar ini, begitu juga aku.

Ah iya, Cassandra.

"Jadi kenapa kita harus masuk ke bar ini, Don?," tanyaku penasaran.
"Aku ingin mencoba cognac favoritmu, Sir," jawab Alexis ringan.

Aku tak percaya mendengar jawaban konyol yang dia ucapkan. Tingkat keingintahuanku semakin menjadi, rasa penasaran terhadap kelakuan Alexis semakin membuncah tak tertahan. Aku memijat keningku sembari sesekali menepuknya untuk menahan segala kegemasanku terhadap gerak - gerik yang pria ini tunjukkan.

"Your cognac, Sir," tiba - tiba Harte datang membawa 2 brandy kesukaanku. Satu dia berikan di hadapanku, dan lainnya lagi di depan Alexis. "Enjoy your drink, Sir," kata Harte mempersilahkan kami menikmati.

"Ya, The Marthen! Cheers, Downey!," ujar Alexis sambil mengangkat gelas dan melakukan toss kepadaku.
"Cheers!," balasku malas - malas.

***

Sudah 4 Marthen yang diminum oleh Alexis. Aku tak tahu apa yang mendasari manusia ini untuk drink like a fish. Pipinya memerah, dan cara duduknya pun mulai tak tegak. Oh please, jangan mabuk di saat seperti ini, Don! selorohku meminta dalam hati.

"Can you stop this, Alexis?!," aku meminta dengan tegas kepada Alexis agar dia tidak mabuk. Ini bukan persoalan aku peduli atau apapun, ini perkara dialah yang tahu seluk beluk mengenai Cassandra untuk saat ini, aku membutuhkannya untuk tetap sadar.


"Sir Downey?," tiba - tiba ada seseorang menepuk pundakku dari belakang.

Aku menengok dan mendapati anak muda yang pernah aku temui sebelumnya.

"Romeo," aku mengenali pemuda ini. Penerima tamu di Christie Auction House. "Untuk apa kau kemari?," tanyaku melanjutkan pembicaraan.

"Don Alexis memintaku untuk memberikanmu ini, Sir. Cangklong , tongkat, dan arloji ini," jelas Romeo sambil memberikan semua barang koleksi kesayanganku yang sempat dilucuti oleh para Belucci's.

"Terima kasih Romeo,".

"Oh iya, ada satu lagi. Untuk anda dari seseorang, Sir" Romeo memberikan sepucuk surat yang dihiasi tali pita merah yang khas.

Aku menerima surat itu. Melihat sisi amplop, tidak ada nama ataupun alamat, hanya identitas khas. Seutas pita merah yang mengingatkan aku pada seseorang.

"Gracias chico. Now you can go! And here your tips, Romeo," tandas Alexis tiba - tiba di sampingku, yang sepertinya sudah menemukan kembali kesadarannya.

Aku melihat segala barang - barang yang aku dapatkan kembali. Cangklong, tongkat, dan arloji. Juga sepucuk surat ini. Otakku berpikir keras untuk beberapa hal ke depan yang spontan tergambarkan di dalam benakku.

"Eh Sir. Marthen ini cukup kuat juga ya,"

Aku tak mengindahkan ucapan konyol Alexis, aku rasa efek mabuk 4 cognac masih tersisa di dalam otaknya. Kini aku fokus mengembalikan segala barang - barang kecintaanku ini di tempatnya, di saku jas abu - abu yang aku kenakan. 
Aku membuka amplop surat ini dan mulai membaca isi pesan yang tersimpan di dalamnya.

I Miss you, D
 
Aku terperangah membaca surat ini. Hanya ungkapan kerinduan yang tertulis di dalamnya.

"Surat ini aku dapatkan di Clairea. Ada seorang wanita yang begitu familiar masuk ke dalam bar dan aku mengikutinya. Secara sengaja aku duduk mendampingi dia sambil mencoba mengungkap siapa dia. Ya dan tebakanku benar, dia Cassandra...," cerita Alexis kembali tiba - tiba.

Aku terdiam mendengar cerita Alexis. Penjelasan yang dia sampaikan menyadarkan, bahwa aku meninggalkan Cassandra dalam ekspedisi Pedro Cabral. Dia terlepas dari genggamanku ketika ombak besar terakhir menghantam kapal kami.

"Senjatamu sudah terkumpul bukan? Cangklong Sherlockmu, tongkat Watsonmu, dan arloji emasmu. Aku tahu itu sangat berharga dibanding barang - barang antik lain koleksimu. 3 barang ini hasil pencarian Cassandra yang diberikan padamu kan?," tebak Alexis.

Aku mengangguk tapi tetap menunduk, masih mengingat kenangan buruk yang tak pernah aku lupakan.

"Sudahlah! cognacku juga sudah habis. Mau melanjutkan pencarian Cassandra? Apakah kamu masih tetap mau bertemu dengan Your Beloved Lady? Dia merindukanmu, Sir,".

Aku tak menjawab.

No comments:

Post a Comment