Aku seorang pengumpul benda - benda antik. Entah kenapa aku menyukainya. Aku rasa ada misteri menyenangkan yang terdapat pada sebuah benda kuno yang senang aku koleksi tersebut. Mulai dari beberapa koin emas hasil jarahan Captain Kidd yang aku menangkan dalam salah satu rumah lelang di London. Sebongkah salib emas empunya perompak Oliver Levasseur yang aku dapatkan dari ekspedisi laut di Portugis. Hingga sedikit merchandise gelang - gelang emas Amenhotep yang aku ambil diam - diam dalam perjalananku menyelusuri Mesir.
Semua orang di dataran Britannia Raya ini sudah mengenalku. Seorang maniak benda kuno bernilai tinggi, pesaing pemerintahan dalam mengumpulkan benda bersejarah untuk dimuseumkan, bahkan aku terkenal dengan sebutan "The Ancient Prince", julukan yang tidak terlalu buruk bukan ?.
Saat ini aku sedang berjalan santai menuju Christie Auction House di kota New York. Aku mengayunkan tongkatku sembari menghisap cangklong yang sedari perjalanan dari tempat hotelku menginap sudah tertempel di bibirku. Jalanan York ini selalu membosankan, hanya ada mobil - mobil yang berjalan sesuai aturan, tidak ada keberanian sama sekali dari penduduk kota ini untuk sedikit saja berbuat nakal. Maklumkan saja, aku terkadang terlalu malas untuk selalu mengikuti ketertaturan. Mengekang dan tak bebas, buatku.
Aku terus berjalan mantap sambil berpikir akan ada barang apa saja yang akan dilelang nanti.
"Cinderella Glass!," ucap seorang wanita berparas cantik yang melihat selebaran di depan Christie Auction House.
Aku terdiam sesaat. Berdiri tegap sambil memandangi wanita itu dari ujung kaki yang beralaskan white stilleto hingga ke titik terakhir rambutnya yang ditutup oleh topi bulat putih yang warnanya senada dengan gaun yang dipakainya.
Oh Cinderella benar - benar ada, ya? batinku.
Aku kemudian menarik kembali kesadaran penuhku dan berjalan menuju tempat yang kini telah ditinggalkan wanita cantik tadi.
"Sir Downey, apa yang sekarang kau incar?," tanya seseorang yang tiba - tiba telah berada di sampingku.
"Don Alexis. Entahlah lihat saja nanti apa yang mereka pertontonkan," ucapku tanpa menoleh.
"Seperti biasa, huh? Selalu menyimpan misteri dengan apa yang kamu ingini,"
"Me conoces, Alexis,"
Aku masuk ke dalam rumah lelang dan meninggalkan Alexis yang masih melihat selebaran berisi daftar barang lelang hari ini. Damn, why he's here? It'll be tough serapahku.
"Welcome, Sir Downey," sambut seorang pemuda di depan pintu rumah lelang ini.
"Thank you, Romeo,"
***
"250 grands!," teriak seorang bapak berstelan jas hitam.
"275 grands!," balas seorang pemuda kaya di ujung kanan ruangan ini.
"300 grands!," pekik seorang bapak di barisanku tak mau kalah.
"315 grands!," bapak berstelan jas hitam kembali menyahut.
"315 grands, one," "315 grands, two,"
"500 grands!," ucap seorang pria dari arah belakang yang suaranya sudah tak asing lagi bagiku.
Seluruh ruang berdecak. Menoleh ke arah penawar yang memberikan harga tinggi untuk sebuah mahkota Raja Perancis, Charles VII.
Aku menoleh kepadanya, good job Alexis, you always wanna a lot of attentions, huh? aku menatapnya sambil tersenyum dan kemudian mengedipkan mata.
Alexis balas tersenyum.
"500 grands, one," "500 grands, two," "500 grands, three," palu diketuk oleh sang auctioneers. "Terjual pada no. 46, Don Alexis,"
Semua orang di ruangan bertepuk tangan. Aku menggelengkan kepala melihat salah satu teman sekaligus musuh terberatku dalam mengoleksi barang - barang antik ini bergaya hormat ala penyanyi opera yang telah menyelesaikan pementasannya. Show off.
Barang demi barang dikeluarkan dalam lelang ini. Entah tidak ada yang menarik bagiku. Gaun Prince Diane, Vas antik dari pemerintahan Kubilai Khan, Hingga sebilah pedang Alexander The Great tidak membuat aku bergeming melemparkan tawaran.
"Barang terakhir. Sepasang sepatu kaca tua. Cinderella Glass!," ucap sang auctioneer dengan lantang.
Aku yang sedari tadi menguap - nguap semakin tidak tertarik pada pelelangan hari ini. Barang - barang yang dilelang disini masih kalah nilainya dengan barang yang sudah aku punya.
"Dibuka dengan 150 grands," ucap sang auctioneer membuka harga perdana untuk sepatu kaca tua cerita fantasi putri - putri kerajaan, Cinderella.
"350 grands!," ucap seorang wanita bergaun putih di barisan paling depan.
Seisi ruangan menoleh pada gadis ini. Cukup tinggi harga yang dia lemparkan untuk sepasang sepatu kaca tokoh rekaan cerita pengantar tidur anak - anak.
"425 grands!," tegas seorang pria di belakangku yang tak lain dan tak bukan, Alexis.
Kini seisi ruangan menaruh perhatian pada pria Spanyol tukang cari perhatian ini. Aku? Aku tidak ambil pusing dengan tingkah pria itu, kini fokusku hanya pada wanita bergaun putih. Malaikat buatku.
"500 grands!," ucap malaikat ini sembari menaikkan papan nomornya.
Aku tersenyum. Hal ini menarik minatku.
"575 grands!," ujar Alexis.
Wanita bergaun putih itu kini menengok ke arah Alexis dengan pandangan tak percaya. Di wajahnya tergurat kekecewaan.
"600 grands!," wanita bergaun putih masih bersikeras.
Engkau tidak tahu siapa lawanmu, lady. hatiku menyesah melihat perjuangan wanita cantik ini.
"650 grands!," Alexis masih lantang bersuara.
Wanita itu kini hanya menunduk dan pasrah mendengar penawaran yang diajukan Alexis.
"650 grands, one," "650 grands, two,"
"1000 grands, and this is for the lady," aku mengangkat papan nomorku, dan menghentikan persaingan penawaran ini. Aku menengok ke arah Alexis dengan memberikan senyum menantang. Seisi rumah lelang terdiam.
***
Sepasang sepatu kaca itu sekarang telah berada di genggaman.
Bukan di genggamanku, tapi di genggaman wanita cantik di hadapanku sekarang ini
"Kenalkan, aku Downey," ucapku pada wanita bergaun putih sambil menawarkan tangan untuk berjabat.
"Aku, Cindy," jawabnya sambil menyambut tanganku.
"Jadi, apa makna sepatu itu untukmu, Cindy ?,"
"Entahlah, aku hanya menyukai Cinderella dan aku selalu membayangkan menjadi seorang putri,"
Aku tersenyum mendengar jawabnya. Sepasang sepatu kaca tua, empunya tokoh rekaan cerita anak - anak itu ternyata benar - benar ada. Tak lusuh, ataupun tak usang tergerus jaman. Bahkan tetap cantik, dan kini dimiliki oleh seseorang yang pantas untuk memakainya. Seorang calon putri.
Putri apa? Entahlah, bisa saja menjadi Princess pendamping The Ancient Prince, kan?
"Ehm, Thank your, Sir once again," katanya sambil melekukan senyum terbaiknya dengan terus menggenggam sepatu kaca yang aku berhasil menangkan untuknya.
"Anytime, lady,"
"Baiklah, rumahku dekat dari sini, mau berkunjung?,"tawarnya.
Aku menaikkan alisku tanda setuju.
"Okay, let's go!,"
"After you, lady," responku sambil mengiringi sang calon putri ini melangkah.
Tak jauh dari sana.
"Downey, mirar hacia fuera!," ucap seseorang yang memperhatikan dari kejauhan
No comments:
Post a Comment